BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hadits Nabi SAW:
“Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan)
mengingat dari alat kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air
kecil.”(HR Ibnu Abbas)
Dari Hadits
diatas dapat ditafsirkan bahwa Seorang yang banci (Khuntsa) mendapatkan bagian
warisan, dalam makalah ini akan kami paparkan tentang Warisan khuntsa yang
mencatup dalam rumusan masalah di bawah ini
- Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Khuntsa?
2. Bagaimana perbedaan ulama mengenai warisan khuntsa?
3.
Apa hukum
kewarisan Khuntsa?
4.
Bagaimana cara Pembagian Warisnya?
C.
Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari
penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas
mata kuliah mawaris II. Sedangkan tujuan dari penulisan Makalah ini adalah:
1. Mengembangkan kreativitas dan wawasan
penulis.
2. Memberikan uraian tentang Kewarisan khuntsa.
3. Menelaah lebih lanjut mengenai hukum
kewaris khuntsa.
4. Mengetahui bagaimana cara perhitungan
didalam kewarisan khuntsa.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Definisi Khuntsa
Pengertian
al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil dari kata khanatsa
berarti ‘lunak‘ atau ‘melunak‘. Misalnya, khanatsa wa
takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau cara jalan seorang laki-laki
menyerupai wanita: lembut dan melenggak-lenggok. Karenanya dalam hadits sahih
dikisahkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Allah
SWT melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai
laki-laki.”
Adapun
makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang yang mempunyai alat
kelamin laki-laki dan kelamin wanita (hermaphrodit), atau bahkan tidak
mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha
dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap
insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila tidak berkelamin
laki-laki berarti berkelamin perempuan. Kejelasan jenis kelamin seseorang akan
mempertegas status hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai
bagiannya.
Seorang
khuntsa ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis
kelaminnya. Khuntsa seperti ini disebut khuntsa ghairu musykil. Jika
seorang khuntsa tidak mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis
kelaminnya, maka orang itu disebut khuntsa musykil.[1]
Oleh
karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekali
tidak ada disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada
kejelasan, kendatipun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat
diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang “air kecil”. Bila
urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan mendapatkan
hak waris sebagaimana kaum laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari
vagina, ia divonis sebagai wanita dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita.
Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina)
secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa munsykil. Dan
ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh.
Orang
yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian
warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsa
karena dalam sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan
bagian warisan yang diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli
waris, maka ada tujuh macam orang yang
ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh orang itu
adalah:[2]
a.
anak
b.
cucu
c.
saudara (kandung, sebapak, atau seibu)
d.
anak saudara atau keponakan (kandung atau sebapak)
e.
paman (kandung atau sebapak)
f. anak
paman atau sepupu (kandung atau sebapak)
g.
mu’tiq (orang yang pernah membebaskan si
mayit)
Selain
ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa.
Sebagai contoh, suami
atau isteri tidak
mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis
kelaminnya. Begitu juga dengan bapak,
ibu, kakek, dan nenek; keempat macam orang
ini tidak mungkin khuntsa karena mereka sudah jelas memiliki anak
dan/atau cucu.[3]
B.
Perbedaan Ulama Mengenai Hak Waris Khuntsa
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan
ulama mengenai pemberian hak waris kepada banci musykil ini:
1.
Menurut Imam Hanafi
Khuntsa diberikan bagian yang
terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain
diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
2.
Menurut Imam Syafii
Semua ahli waris termasuk khuntsa
diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya
ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai
ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.
3.
Menurut Imam Maliki
Semua ahli waris termasuk khuntsa
diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari
dua perkiraan).
Imam
Hambali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat
diharapkan menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status
khuntsa tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti
pendapat Imam Maliki.
C. Hukum Khuntsa dan Cara Pembagian Warisnya
Untuk
Khuntsa menurut pendapat yang
paling rajih hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit
di antara dua keadaannya, keadaan bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita.
Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai
statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli
waris, atau sampai Khuntsa itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya.
Makna
pemberian hak Khuntsa dengan bagian paling sedikit menurut kalangan fuqaha mawaris mu’amalah
bil adhar yaitu jika Khuntsa
dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan
kepadanya adalah hak waris wanita, dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya
ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki. Bahkan, bila ternyata
dalam keadaan di antara kedua status harus ditiadakan haknya, maka diputuskan
bahwa Khuntsa tidak
mendapatkan hak waris.
Bahkan
dalam mazhab Imam Syafi’i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli
waris gugur haknya dikarenakan adanya Khuntsa dalam salah satu dari dua status (yakni sebagai laki-laki
atau wanita), maka gugurlah hak warisnya.[4]
D. Beberapa Contoh Amaliah Hak Waris Banci
Contoh 1:
Seseorang
wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang Khuntsa.
Penyelesaiannya:
·
Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada
dua orang anak laki-laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai ‘ashabah
bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-masing memperoleh 1/2
bagian.
·
Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya
seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah
sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan
dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan
anak perempuan memperoleh 1/3.
Dari kedua macam
anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
1.
Menurut madzhab Hanafi:
§
Bagian anak laki-laki = 2/3
§
Bagian anak banci = 1/3
2.
Menurut madzhab Syafii:
§
Bagian anak laki-laki = ½
§
Bagian anak banci = 1/3
§
Sisa =
1/6 (ditahan sampai jelas statusnya)
3.
Menurut madzhab Maliki:
·
Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3) = 7/12
·
Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) = 5/12
Contoh 2:
Seorang
perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli warisnya
terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara
sebapak yang khuntsa
Penyelesaiannya:
·
Jika diperkirakan laki-laki:
§ Suami
: 1/2 x Rp
36 juta = Rp 18 juta
§ Ibu : 1/6 x Rp
36 juta = Rp 6 juta
§ Dua
sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36
juta = Rp 12 juta
§ Khuntsa
(Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
·
Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini
terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
§
Suami
: 3/9 x Rp 36 juta
= Rp 12 juta
§
Ibu : 1/9 x Rp 36
juta = Rp 4 juta
§
Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta
§
Khuntsa (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Dari
kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
1)
Menurut madzhab Hanafi:
a.
Suami :
Rp 18 juta
b.
Ibu :
Rp 6 juta
c.
Dua sdr lk seibu :
Rp 12 juta
d.
Khuntsa (Sdr sebapak)
: tidak mendapat apa-apa
2)
Menurut madzhab Syafii:
a.
Suami :
Rp 12 juta
b.
Ibu :
Rp 4 juta
c.
Dua sdr lk seibu :
Rp 12 juta
d.
Khuntsa (Sdr sebapak) :
tidak mendapat apa-apa
e.
Sisa :
Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)
3)
Menurut madzhab Maliki:
a.
Suami :
½ x (18 + 12) = Rp 15 juta
b.
Ibu :
½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
c.
Dua sdr lk seibu :
½ x (12 + 8) = Rp 10 juta
d.
Khuntsa (Sdr sebapak) :
½ x (0 + 12) = Rp 6 juta
Contoh 3:
Seseorang wafat dengan
meninggalkan ahli waris seorang ibu, seorang saudara perempuan kandung, 2 orang
saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara seibu yang khuntsa.
Penyelesaiannya:
Dalam kasus ini, ahli waris yang khuntsa adalah saudara seibu. Karena bagian warisan saudara seibu,
menurut Al-Qur’an, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama saja, yaitu 1/6
jika seorang diri, atau 1/3 dibagi sama rata jika lebih dari seorang, maka
kasus khuntsa di sini tidak mempengaruhi
bagian warisan untuk semua ahli waris. Jadi pembagiannya adalah sebagai
berikut:
·
Bagian ibu = 1/6
·
Bagian saudara perempuan
kandung = ½
·
Bagian 2 saudara pr seibu +
1 saudara seibu khuntsa =
1/3
(1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk yang khuntsa, yaitu masing-masing mendapat 1/9 bagian).[5]
(1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk yang khuntsa, yaitu masing-masing mendapat 1/9 bagian).[5]
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat
kelamin ganda (laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama
sekali
Menurut Imam Hanafi Khuntsa
diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan,
sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan
laki-laki dan perempuan.
Menurut Imam Syafi’iSemua ahli waris
termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua
perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa
menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub)
di antara para ahli waris.
Menurut Imam Maliki Semua
ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).
Demikianlah cara pembagian warisan bagi khuntsa menurut tiga
madzhab. Semoga ada manfaatnya.
- Kritrik Dan Saran
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmad,taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tanpa ada halangan apapun
Walaupun kami telah berusaha keras untuk menyelesaikan makalah
ini dengan menyita banyak waktu, pikiran dan materi. kami menyadari bahwa
disini masih banyak kekurangan,untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini.sehingga
menjadikan makalah ini bermanfaat sampai kapanpun.
والله
اعلــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــم
بالصواب
[2]Achmad Yani, http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/05/tanya-jawab-2-warisan-bagi-banci.html,
(Online 10 Mei 2011).
[3]
ibid.,
[4] Saif, http://saif1924.wordpress.com/2008/10/19/hak-waris-bagi-banci/
(Online 10 Mei 2011).
[5]Zakkhi
Zuhruff, http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/09/perhitungan-warisan-.html,
(online 10 Mei 2011).
Al-khuntsa dalam bahasa arab diambil dari kata takhannuts yang berarti at-tatsanni ‘mendua’ dan at-takassur ‘terpecah’. Sedangkan menurut istilah ulama, al-khuntsa adalah orang yang berkelamin laki-laki dan perempuan atau tidak memiliki kelamin sama sekali atau yang serupa dengan salah satunya—laki-laki atau perempuan—dengan tanda-tanda yang berbeda.
BalasHapusHukum Waris, Terj.Addys Aldizar dan H. fathurrahman, sunt.Halid (Jakarta: Senayan Abadi Publishing,2004),hlm.392.
al-khuntsa itu bukan banci pakkk dia itu berkelamin gandaaaaaaa, kalau banci itu mengira bahwa dia adalah perempuan yang terjebak ditubuh laki-laki dan hanya memiliki kelamin laki-laki.....
sedangkan al khuntsa itu sejak kecil sudah berkelamin ganda....................... wallahu'alam
izin copas min :) boleh ya :)
BalasHapus